PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Hukum merupakan esensi yang disaring dari peradaban
suatu bangsa dan sekaligus mencerminkan jiwa suatu bangsa secara lebih jelas
dari lembaga lain yang ada. Kedudukan hukum dalam Islam adalah sebagai
inti dan saripati ajaran Islam itu sendiri.
Sehingga sangatlah tidak mungkin untuk dapat memahami Islam tanpa
memahami hukum Islam.
Hukum Islam)
dalam catatan sejarah telah mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Hal
tersebut menunjukkan suatu dinamika pemikiran keagamaan itu sendiri dan
menggambarkan benturan-benturan agama dengan perkembangan sosial budaya dimana
hukum itu tumbuh.[4]) Karena pada dasarnya ijtihad dalam hukum
Islam merupakan hasil interaksi antara pemikir hukum dengan faktor
sosial-budaya dan faktor sosial-politik yang mengitarinya.[5])
Sejarah Islam pada masa modern ini diwarnai oleh
peristiwa – peristiwa yang sangat mendasar dan besar sekali pengaruhnya
terhadap perkembangan pemikiran hukum Islam pada masa-masa mendatang. Pertama,
peristiwa merembesnya ide-ide modern yang berasal dari Barat seperti ide
nasionalisme, rasionalisme, demokrasi, emansipasi, sekularisasi, dan lain-lain
yang pada akhirnya ide-ide tersebut mengubah struktur kebudayaan Islam klasik
pada tingkat sosial kemasyarakatan maupun pada tingkat politik kenegaraan. Kedua, peristiwa runtuhnya tradisi
sistem khilafah berganti dengan sistem kekuasaan negara nasional. Ummat Islam yang sebelumnya bersatu dalam
kekuasaan imperium Islam dan akhirnya jatuh dalam dominasi kekuasaan kolonialis
Barat, setelah merdeka mereka mempunyai kesempatan membangun corak kehidupan
masyarakat yang mereka kehendaki.
Konsekuensi logis dari berdirinya negara-negara muslim tersebut
melahirkan upaya perancangan sistem hukum nasional sesuai aspirasi sosial
politik masing-masing.[6])
Pada dewasa ini pembaharuan hukum Islam telah menjadi
suatu kebutuhan di negara-negara muslim.[7]) Meskipun pada kenyataannya pembaharuan hukum
Islam di negara-negara muslim masih terbatas pada wilayah hukum keluarga, setidaknya fenomena tersebut mencerminkan
bahwa aktifitas ijtihad masih tetap hidup pada era globalisasi ini. Karena tanpa adanya ijtihad pasti hukum Islam
akan kehilangan sifat elastis dan akomodatifnya dalam merespon permasalahan
baru yang muncul seiring dengan perubahan zaman.
Di Indonesia upaya pembaharuan hukum Islam telah
menghasilkan wujud yang konkret. Salah
satunya adalah Kompilasi Hukum Islam yang patut dinilai sebagai ijma’ ulama Indonesia.[8]) Namun mencermati gagasan-gagasan yang ada
dalam KHI, kesimpulan yang dapat diperoleh adalah pemanfaatan lembaga talfiq
dan takhayyur dalam fomulasi hukumnya.
Nilai lebih dari proses penyusunan KHI adalah referensi dari 38 buah
kitab dari berbagai mazhab fiqh yang ada, studi banding ke negara-negara
muslim Timur Tengah, telaah yurisprudensi
dan serangkaian wawancara dengan para ulama Indonesia.[9])
Dasar hukum KHI adalah Instruksi Presiden No.1 tahun
1991 yang dikeluarkan pada tanggal 10 Juni 1991. Kemudian ditindaklanjuti
dengan Keputusan Menteri Agama No.154 tahun 1991 mengenai penyebarluasan
Kompilasi Hukum Islam.[10])
Meskipun KHI oleh pakar hukum di Indonesia tidak dinyatakan sebagai hukum
perundang – undangan yang berlaku di Indonesia namun seluruh jajaran peradilan
agama di Indonesia sudah mengakuinya sebagai hukum dan pedoman yang harus
dijalankan dan dipatuhi oleh umat Islam sehingga KHI dapat disebut sebagai
undang – undang Islam.[11])
Adapun pendekatan yang digunakan di dalam penyusunan KHI
mencakup beberapa pendekatan. Pertama, pendekatan normatif. Yaitu bahwa perumusan KHI mengambil bahan sumber utama
dari nas{s} al-Qur’an dan Sunnah. Kedua, mengutamakan pemecahan problema masa
kini. Ketiga, unity dan variety. Dan keempat, pendekatan kompromi
dengan hukum adat.[12])
Keempat pendekatan tersebut digunakan di dalam merumuskan KHI yang terdiri dari
tiga kitab hukum. Buku I tentang Perkawinan, Buku II tentang Kewarisan dan Buku
III tentang Perwakafan.
Dalam pendekatan yang lebih mengutamakan pemecahan
problema masa kini dimaksudkan bahwa di dalam perumusan KHI sejauh mungkin
dihindari perdebatan di dalam mempersoalkan perbedaan pendapat ulama. Akan
tetapi langsung diarahkan kepada masalah yang dihadapi dalam kehidupan
masyarakat, kemudian baru dicari dan dipilih pendapat yang paling potensial
untuk memecahkan problema ketidaktertiban yang dihadapi selama ini.[13])
Dalam hal ini tampak sekali pemanfaatan lembaga talfi>q dan takhayyur dalam formulasi hukum KHI.
Akhir-akhir ini perubahan peradaban manusia semakin
akseleratif. Sejalan dengan tuntutan perkembangan jaman, manusia semakin banyak
kehilangan nilai-nilai yang diyakini sebelumnya. Manusia semakin dihadapkan
pada perbenturan dan erosi nilai-nilai moral dan keluhuran. Budaya permisif dan
serba terbuka memerangkap manusia hingga berkubang di dunia kemaksiatan.
Pergaulan bebas hingga free sex melanda kalangan
muda-mudi hingga resiko kehamilan di luar nikah. Sementara pihak yang mengalami
selalu berusaha untuk menutupi kehamilan di luar nikah tersebut dengan terpaksa
mengawinkan anak perempuannya dengan laki-laki yang menghamili maupun yang bukan
menghamili.
Sebenarnya masalah ‘iddah secara umum adalah
sesuatu yang sudah disepakati oleh para ulama selain juga telah dijelaskan
secara eksplisit oleh nass al-Qur’an maupun Sunnah. Akan tetapi ketika ‘iddah
tersebut dihadapkan pada suatu peristiwa yang tidak lazim, seperti seorang
perempuan yang hamil karena zina maka ‘iddah tersebut menjadi sebuah
masalah yang membutuhkan pengkajian secara cermat.
Bagaimanapun ‘iddah
bagi perempuan hamil karena zina tersebut akan membawa implikasi pada kebolehan
akad nikah, dalam arti syah atau tidaknya perkawinan tersebut. Selain itu ‘iddah
perempuan hamil karena zina tidak dijelaskan secara eksplisit baik dalam
al-Qur’an maupun Sunnah sehingga mengundang perbedaan pendapat dikalangan
ulama.
Menurut Sya>fi’iyyah dan H}anafiyyah perempuan hamil karena zina tidak diwajibkan untuk menjalankan ‘iddah,
karena ‘iddah bertujuan untuk menjaga nasab sementara persetubuhan dalam
bentuk zina tidak menyebabkan hubungan nasab dengan laki – laki yang
menyebabkan hamil.[14])
Sebagian ulama H>>}anafiyyah
menambahkan bahwa terdapat larangan bagi
suami untuk menggauli isterinya itu selama masih dalam keadaan hamil sampai
isterinya melahirkan.[15])
Adapun menurut Sya>fi’iyyah tidak ada larangan untuk menggauli isterinya tersebut meskipun masih
dalam keadaan hamil.[16])
Ulama Ma>likiyyah berpendapat bahwa perempuan yang dicampuri dalam bentuk zina sama
hukumnya dengan perempuan yang dicampuri secara syubhat, berdasarkan akad yang
batil maupun fasid yaitu dia harus menyucikan dirinya dalam waktu yang sama
dengan ‘iddah kecuali jika
dikehendaki untuk dilakukan hadd atas dirinya, maka ia cukup menyucikan dirinya
dengan satu kali haid.[17])
Ulama H}ana>bilah menyatakan bahwa ‘iddah
perempuan hamil karena zina seperti halnya ‘iddah yang berlaku bagi isteri
yang dicerai oleh suaminya dalam keadaan hamil yaitu sampai dengan melahirkan.[18])
Konsekuensi dari pendapat ini adalah larangan untuk menikahi perempuan tersebut
pada waktu hamil. Pendapat ini didasarkan pada hadis\ Nabi :
لايحل لإمرئ
يؤمن بالله واليوم
الآخر ان يسقى ماءه زرع
غيره ([19]
لاتوطأ حامل حتى تضع , ولا غير ذات حمل حتى تحيض حيضة ([20]
Sementara itu jika meninjau hukum positif di Indonesia ‘iddah
bagi perempuan hamil karena zina secara implisit diatur dalam pasal 53 KHI
sebagai berikut :
Seorang wanita
hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
Perkawinan
dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa
menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
Dengan
dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan
ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Dari pasal 53 ayat 2 di atas dapat
dipahami bahwa tidak ada kewajiban ‘iddah
bagi perempuan hamil karena zina jika ia dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya. Persoalan yang kemudian muncul adalah jika perempuan hamil
karena zina tersebut menikah dengan laki-laki yang tidak menghamilinya. Dalam
hal ini KHI belum memberikan penjelasan.
Berangkat dari persoalan di atas
penyusun ingin melakukan analisis
terhadap ketentuan pasal 53 ayat 2 KHI tentang ‘iddah perempuan
hamil karena zina.
Pokok Masalah
Bagaimana ‘iddah
perempuan hamil karena zina dalam Kompilasi Hukum Islam ?
Bagaimana analisis
hukum ‘iddah perempuan hamil karena zina dalam Kompilasi Hukum Islam ?
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan ‘iddah
perempuan hamil karena zina dalam Kompilasi Hukum Islam.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisis hukum
‘iddah perempuan hamil karena zina dalam Kompilasi Hukum Islam.
Kegunaan
Terapan
Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya wacana intelektual bagi
para peminat dan pengkaji hukum Islam khususnya dalam bidang perkawinan.
Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan di dalam
perumusan ketentuan ‘iddah perempuan hamil karena zina.
Dapatkan File Selengkapnya (BAB I, BAB II, BAB III,
BAB IV - Kesimpulan, dan Daftar Pustaka .).. Lihat
Disini
Komentar
Posting Komentar