BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Perkawinan sebagai perbuatan hukum
antara suami dan isteri, bukan saja untuk merealisasikan ibadah kepada-Nya,
tetapi sekaligus menimbulkan akibat hukum keperdataan di antara keduanya. Namun
demikian, karena tujuan perkawinan yang begitu mulia yaitu untuk membina
keluarga bahagia, kekal, abadi berdasarkan ketuhanan yang maha Esa, maka perlu
diatur hak dan kewajiban antara masing-masing suami dan isteri tersebut. Apabila
hak dan kewajiban mereka terpenuhi, maka dambaan berumah tangga dengan didasari
rasa cinta dan kasih sayang akan dapat terwujud.
Konsep sebuah “keluarga” biasanya
tidak dapat dilepaskan dari empat perspektif berikut: (1) keluarga inti (nuclear
family); bahwa institusi keluarga terdiri dari tiga komponen pokok, suami,
isteri dan anak-anak. (2) keluarga harmonis. (3) keluarga adalah kelanjutan
generasi. (4) keluarga adalah keutuhan perkawinan. Dari keempat perspektif ini
bisa disimpulkan bahwa institusi keluarga (rumah tangga) adalah suatu kesatuan
yang terdiri dari ayah, ibu (yang terikat dalam perkawinan), anak-anak yang
bertalian erat dengan unsur kakek-nenek serta saudara yang lain, semua
menunjukkan kesatuanya melalui harmoni dan adanya pembagian peran yang jelas.
Umumnya setiap orang yang akan
berkeluarga pasti mengharapkan akan terciptanya kebahagiaan dan keharmonisan
dalam rumah tangganya. Namun kanyataanya tidak selalu sejalan dengan harapan
semula. Ketegangan dan konflik kerap kali muncul, perselisihan pendapat,
perdebatan, pertengkaran, saling mengejek atau bahkan memaki pun lumrah
terjadi, semua itu sudah semestinya dapat diselesaikan secara arif dengan jalan
bermusyawarah, saling berdialog secara terbuka. Dan pada kenyataannya banyak
persoalan dalam rumah tangga meskipun terlihat kecil dan sepele namun dapat
mengakibatkan terganggunya keharmonisan hubungan suami isteri. Sehingga
memunculkan apa yang biasa kita kenal dalam hukum Islam dengan istilah nusyuz.
Istilah nusyuz atau dalam bahasa Indonesia biasa diartikan sebagai sikap
membangkang, merupakan status hukum yang diberikan terhadap isteri maupun suami
yang melakukan tindakan pembakangan atau “purik” (Jawa) terhadap pasanganya.
Dan ini bisa disebabkan oleh berbagai alasan, mulai dari rasa ketidakpuasan
salah satu pihak atas perlakuan pasanganya, hak-haknya yang tidak terpenuhi
atau adanya tuntutan yang berlebihan terhadapnya. Jadi persoalan nusyuz seharusnya tidak selalu dilihat sebagai persoalan perongrongan yang
dilakukan salah satu pihak terhadap yang lain, tetapi juga terkadang harus
dilihat sebagai bentuk lain dari protes yang dilakukan salah satu pihak
terhadap kesewenang-wenangan pasangannya.
Selama ini memang persoalan nusyuz terlalu dipandang sebelah mata. Artinya, nusyuz selalu saja dikaitkan dengan isteri, dengan anggapan bahwa nusyuz merupakan sikap ketidakpatuhan isteri terhadap suami. Sehingga
isteri dalam hal ini selalu saja menjadi pihak yang dipersalahkan. Begitu pula
dalam kitab-kitab Fiqh, persoalan nusyuz seakan-akan
merupakan status hukum yang khusus ada pada perempuan (isteri) dan untuk itu
pihak laki-laki (suami) diberi kewenangan atau beberapa hak dalam menyikapi nusyuznya isteri tersebut. Tindakan pertama yang boleh dilakukan suami
terhadap isterinya adalah menasehatinya, dengan tetap mengajaknya tidur
bersama. Tidur bersama ini merupakan simbol masih harmonisnya suatu rumah
tangga. Apabila tindakan pertama ini tidak membawakan hasil, boleh diambil
tindakan kedua, yaitu memisahi tempat tidurnya. Apabila dengan tidakan kedua
isteri masih tetap tidak mau berubah juga, suami diperbolehkan melakukan
tindakan ketiga yaitu memukulya.
Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Qur'an dalam surat
an-Nisa’ (2): 34.
Dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) sendiri disebutkan dalam pasal 80 ayat (7),
“kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (2) gugur apabila isteri nusyuz”.[4]
Yang dimaksud dengan kewajiban suami di sini adalah kewajiban memberi nafkah,
kiswah dan tempat kediaman bagi isteri. Seperti yang telah dijelaskan dalam
ayat (4) dalam pasal yang sama sebelumnya.
Tindakan-tindakan
yang bisa dilakukan suami tersebut sepertinya sudah menjadi hak mutlaknya
dengan adanya justifikasi hukum yang menguatkannya. Dan hal itu dapat ia
lakukan setiap kali ada dugaan isterinya melakukan nusyuz. Dalam suatu kutipan kitab klasik dinyatakan, “nusyuz ialah wanita-wanita yang diduga meninggalkan kewajibannya sebagai
isteri karena kebenciannya terhadap suami, seperti meninggalkan rumah tanpa
izin suami dan menentang suami dengan sombong.[5]
Apabila
dipahami dari pernyataan dalam kitab tersebut, baru pada taraf menduga saja
seorang suami sudah boleh mengklaim isterinya melakukan nusyuz, jelas posisi isteri dalam hal ini
rentan sekali sebagai pihak yang dipersalahkan. Isteri tidak memiliki
kesempatan untuk melakukan pembelaan diri, apalagi mengkoreksi tindakan
suaminya. Sebaliknya, suami mempunyai kedudukan yang sangat leluasa untuk
menghukumi apakah tindakan isterinya sudah bisa dikatakan sebagai nusyuz atau tidak.
Orang
sering mengkaitkan konsep nusyuz sebagai pemicu terjadinya tindak
kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini ada benarnya juga, karena jika isteri nusyuz suami diberikan berbagai hak dalam
memperlakukan isterinya. Mulai dari hak untuk memukulnya, menjahuinya, tidak
memberinya nafkah baik nafkah lakhir maupun batin dan pada akhirnya suami juga
berhak menjatuhkan talak terhadap isterinya. Tentu saja pihak isteri yang terus
menjadi korban eksploitasi baik secara fisik, mental maupun seksual. Hal itu
diperparah lagi dengan belum adanya aturan yang jelas dalam memberikan batasan
atas hak-hak suami tersebut, sehingga kesewenang-wenangan suami dalam hal ini
sangat mungkin sekali terjadi. Oleh karena itu ketika berbicara persoalan
isteri yang nusyuz dan hak-hak yang menjadi kewenangan suami, perlu juga diajukan
batasan-batasan hak suami itu sendiri secara jelas.
Di
pihak lain perlu juga diupayakan agar terciptanya sebuah ruang bagi isteri
untuk bisa melakukan pembelaan atas kemungkinan segala tindak kekerasan
terhadap dirinya. Dan hal itu bisa dilakukan dengan menyediakan seperangkat
aturan hukum pidana yang dapat melindungi terjadinya tindak kekerasan terhadap
mereka. Hal itu ditempuh karena persoalan nusyuz berangkat dari aturan hukum yang telah diterima oleh masyarakat
sehingga dalam upaya menyikapinya pun harus menggunakan perspektif hukum pula.
Dan itu dapat diupayakan jika batas-batas hak suami dalam memperlakukan isteri
saat nusyuz telah jelas aturannya, sehingga jika
sewaktu-waktu suami melampaui batas-batas yang menjadi haknya, isteri dapat
melakukan tuntutan pidana.
Di
sinilah yang menjadi nilai penting dari penelitian dalam skripsi ini nanti,
disamping untuk mengetahui sampai di mana batas-batas hak suami dalam
memperlakukan isterinya yang nusyuz sekaligus menegaskan adanya kemungkinan sanksi pidana atas suami
yang melampaui batas-batas haknya tersebut. Hal ini dengan tujuan untuk
melindungi isteri dari tindakan
sewenang-wenang suami. Apalagi dengan adanya rencana untuk menjadikan persoalan
pidana dalam rumah tangga menjadi wewenang pengadilan agama.
Pokok Masalah
Berangkat dari latar belakang
permasalahan di atas, maka pokok masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1.
Sampai mana batasan hak-hak
suami dalam memperlakukan isteri yang nusyuz.
2.
Adakah ketentuan sanksi pidana
dalam menindak suami yang melampaui batas-batas haknya tersebut.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
a. Mengetahui sampai di manakah
batas-batas hak suami dalam memperlakukan
isterinya saat
nusyuz.
b. Menemukan ketentuan hukum dalam
bemberikan sanksi pidana terhadap suami yang melampaui batas-batas haknya dalam
memperlakukan isterinya yang nusyuz.
Kegunaan
a.
Sebagai sumbangsih pemikiran
dalam persoalan nusyuz agar lebih memiliki nilai keadilan.
b.
Untuk memperkaya khazanah ilmu
pengetahuan Islam khususnya dalam bidang keluarga Islam.
c.
Sebagai bahan pertimbangan dan
masukan bagi pembuat hukum dalam merumuskan ketetapan-ketetapan hukum,
khususnya yang berkaitan dengan upaya perlindungan hukum bagi perempuan atas
kekerasan dalam rumah tangga.
Dapatkan File Selengkapnya (BAB I, BAB II, BAB III,
BAB IV - Kesimpulan, dan Daftar Pustaka .).. Lihat
Disini
Komentar
Posting Komentar