A.
Pertimbangan
Stadarisasi Profesi
1. Dasar
Pertimbangan
Beberapa
ketentuan, peraturan, kebijakan, dan kesepakatan yang mendasari pengembangan
standarisasi profesi konseling di Indonesia, adalah:
a. Dasar
legal
1) UU
No 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional
2) PP
No 60 Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi
3) SK
Menpan No 84/1996, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya
4) SK
Menpan No 118/1996 , tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka
Kreditnya.
5) SK
Mendikbud No 025/1995, tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
6) SK
Mendikbud No 020/U/1998, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
7) SK
Mendiknas No 232/2000, tentang Pedoman Kurikulim Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa
8) SK
Mendiknas No 045/U/ 2002, tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi
9) Surat
Dirjen Dikti No 2047/D/J/1999, tentang Pelayanan Bimbingan dan Konseling.
b. Organisasi
1) Memorandum
Ketua Umum Pengurus Besar IPBI ( sekarang ABKIN ) Tahun 1996, tentang
Penyelenggaraan Program Pendidikan Profesi Konselor
2) Hasil
Konvensi Nasional ke-11 IPBI di Mataram tangal 27-29 Juli 1998, khusus Tentang
Program Pendidikan Profesi Konselor
3) Kebijakan
Pengembangan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) tahun 2001-2005
2. Tuntutan
dan Arah Stadarisasi Profesi
Tuntutan
dan arah standarisais profesi konseling di idonesia mengacu kepada perkembangan
ilmu dan teknologi serta perkembangan kebutuhan masyarakat berkenaan dengan
pelayanan konseing, dapat digambarkan sbb:
a. Perkembangan
pendidikan dan kehidupan masyarakat yang semakin mendunia yang diiringi dengan
berbagi perubahan dan kemajuan serta masalah-masalah yang melekat didalamnya
menimbulkan berbagai tantangan dan sekaligus menumbuhkan harapan bagi seluruh
warga masyarakat. Tantangan, harapan, kesenjangan, dan persaingan yang
terus-menerus sebagi suatu kenyataan yang dihadapi manusia dalam berbagi
setting kehidupan, yaitu keluarga, sekolah, lembaga formal dan nonformal, dunia
usaha dan industry, organisasi pemuda dan kemasyarakatan, menjadi potensi
timbulnya berbagi permasalahan.
b. Pelayanan
konseling yang diarahkan untuk membnatu pengembangan individu dalam setting
sekolah dan masyarakt luas itu harus diselenggarakan oleh tenaga ahli yang
professional. Oleh karena itu sebagi calon konselor dituntut untuk mengambil
keprofesian agar menjadi konselor yang professional.
c. Jurusan/program
Studi Bimbingan dan Konseling sebagi penyelenggara program pendidikan
prajabatan tentang konseling profesional perlu memenuhi standar profesi yang
diharapkan.
3. Pilar
Profesi
Profesi
merupakan pekerjaan atau karir yang besifat pelayanan bantuan keahlian dengan
tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasar bnorma –norma
yang berlaku. Kekuatan dan eksistensi profesi muncul sebagai akibat interaksi
timbale balik antara kinerja tenaga professional dengan kepercayaan public
(public trust). Public trust akan melanggengkan profesi karena dalam public
trust terkandung keyakinana public bahwa profesi dan para anggotangnya berada
dalam kondisi sebagai berikut :
a. Memiliki
kompetensi atau keahlian yang disiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus
dalam standar kecakapan yang tinggi yang dikembangkan melalui pendidikan
formal.
b. Memiliki
perangkat ketentuan yang mengatur prila professional dan melindungi
kesejahteraan public.
c. Anggota
profesi dimotivasi untuk melayani dan pihak yang terkait dengan cara terbaik.
Keyakinan ini menyangkut komitmen seorang tenaga professional untuk tidak
mengutamakan kepentingan pribadi dan financial.
4. Orientasi
Pendidikan Akademik dan Pendidikan Profesi
a. Penyiapan
tenaga profesi konseling yang memakai standar professional dilaksanakan melalui
pendidikan diperguruan tinggi yang secara khusus membina calon tenaga
professional untuk menguasai wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan
sikap yang semuanya terpadukan bagi terlaksananya pekerjaan professional.
b. Jurusan/program
study/konsentrasi sebagai ujung tombak lembaga pendidikan diperguruan tinggi
bertanggung jawab atas pembinaan calon pelaksana pekerjaan profesi, terutama
pada tingkat pra jabatan, Yang dilengkapi dengan visi dan misi, kurikulum,
mahasiswa, dosen, sarana.
B. Standarisasi
Profesi Konseling
1. Visi
dan Misi
“visi profesi
konseling adalah terujutnya kehidupan kemanusian yang membahagiakan melalui
tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan dan pengentasan masalah
agar individu berkembang secara oftimal, mandiri dan bahagia.”
Sejalan dengan
visi yang dirumuskan maka visi konseling difokuskaan kepada :
a. Misi pendidikan, yaitu
mendidik peserta didik dan warga masyarakat melalui perkembangan prilaku
efektif- normative dalam kehidupan keseharian dan yang terkait dengan
mesadepan.
b. Misi pengembangan, yaitu
memfasilitasi perkembangan indivodu didalam satuan pendidikan formal dan
nonformal, keluarga, instansi, dunia usaha dan industry, serta kelembagaan
masyarakat lainnya kearah perkembangan oftimal melalui strategi upaya
pengembangan individu, pengembangan lingkungan beljar, dan lingkkungan lainnya
serta kondisi tertentu sesuai dengan dinamika perkebangan masyarakat.
c. Misi pengentasan
masalah yaitu, membantu dan mefasilitasi pengentasan
masalah individu mengacu pada kehidupan sehari-hari yang efektif.
2. Fungsi,
tugas dan kegiatan
a. Fungsi
pelayanan konseling
Pelayanan
konseling mengemban fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaannya untuk
semua klien atau pengguna yaitu :
1) Fungsi
pemahaman
2) Fungsi
pencegahan
3) Fungsi
pengentasan
4) Fungsi
pemeliharaan dan pengembangan
5) Fungsi advokasi.
b. Tugas
dan kegiatan tenaga profesi konseling
1) Tugas
pokok
Secara garis
besar tugas pokok tersebut dapat dikelompokkan kedalam lima kategori kegiatan
pelayanan yaitu : kegiatan pelayanan konseling yang mendukung fungsi pemahaman,
fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan pengentasan, dan
fungsi advokasi.
2) Kegiatan
pengelolaan
Kegiatan
pengelolaan dimulai dari penyusunan atau perencanaan,pelaksanaan program yang
di rencanakan,evaluasi dan proses pelayanan, kegiatan tidak lanjut, serta
pelaporannya.
3) Kegiatan
kolaborasi profesional
Dalam rangka kegiatan pelayanan bantuan yang
lebih luas, tenaga profesi konseling dapat, dan dalam kegiatan tertentu bahkan
perlu, bekerja sama dengan tenaga kerja profesi, seperti professional bidang
kedokteran dan psikologi.
4) Kegiatan
keorganisasian
Tenaga profesi
konseling diharapkan secara aktif berperan di bidang organisasi profesi untuk
kepentingan dua arah, yaitu untuk kepentingan dirinya sebagai tenaga profesi,
dan untuk bersama-sama anggota lainnya mengembangkan profesi konseling.
3. Bidang
pelayanan profesi
Di
lihat dari substansi pelayanannya, bidang pelayanan profesi konseling di
golongkan sebagai berikut yaitu bidang pelayanan kehidupan pribadi, sosial,
belajar, pelayanan perencanaan dan pengembangan karir, pelayanan kehidupan
berkeluarga, dan pelayanan kehidupan keberagamaan.
4. Kompetensi
utama minimal profesi
a) Kompetensi
utama minimal ( KUM )
KUM profesi
konseling merupakan keterpaduan kemampuan personal, keilmuan dan tekhnologi,
serta sosial yang secara menyeluruh membentuk kemampuan standar profesi
konseling. Yang khusus di kuasai oleh tenaga profesi konseling sejaka jenjang
sarjana (S1).
b) Substansi
kompetensi utama minimal (SKUM )
C. Kredensialisasi
Dalam dunia profesi memiliki beberapa
aturan kredensial yang meliputi pemberian sertifikasi, akreditasi dan lisensi.
Arah
dan sasaran kredensialisasi kepada peorangan, kelompok dan pelaksana konseling yang berlaku di dalam dan luar negeri yaitu :
1. Sertifikasi
sarjana (S1)
2. Liseni
kepada konselor
3. Sertifikasi
kepada magister (S2)
4. Sertifikasi
kepada alumni pelatihan konseling
5. Akreditasi
kepada lembaga pendidikan konseling
6. Akreditasi
kepada lembaga pelayanan konseling di masyarakat.
Untuk penilaian kembali kemampuan tenaga
profesi konseling perlu diperhatikan dua hal pokok berikut:
1. Asesmen
dan pertimbangan ulang dilakukan untuk memperoleh tanda bukti sertifikasi,
akreditasi, dan lisensi yang baru.
2. Masa
berlakunya suatu tanda bukti sertifikasi, lisensi dan akreditasi adalah sesuai
dengan arah dan sifat kemampuan dan kewenangan yang melekat pada serifikasi,
lisensi, dan akreditasi.
D. Organisasi
dan Kode Etik Profesi
1.
Organisasi profesi
merupakan organisasi kemsyarakatan yang mewadahi seluruh sfesifikasi yang ada
di dalam profesi tertentu. Adapu bentuk organisasi profesi bimbingan dan
konseling di Indonesia yaitu asosiasi
bimbingan dan konseling Indonesia (ABKIN) yang dulunya ikatan petugas bimbingan Indonesia (IPBI.
Di bawah ini
fungsi organisasi profesi ( dalam hal ini ABKIN) di arahkan kepada upaya-upaya
berikut
a. Memantapkan
landasan keilmuan dan tekhnologi, dalam wilayah pelayanan konseling
b. Menetapkan
standar profesi konseling
c. Mengadakan
kolaborasi dengan lembaga pendidikan konselor dalam menyiapkan lembaga profesi
konseling
d. Menyiapkan
upaya kredensialisasi bagi tenga profesi konseling dan lembaga pengembangan
e. Mensupervisi
pelayanan konseling yang dilakukan oleh perorangna maupun lembaga
f. Melakukan
advokasi baik terhadap anggota profesi maupun penerima layanan profesi
konseling.
2.
Kode etik profesi
Kode etik
profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap tenaga profesi
dalam menjalankan tugas profesi dan dalam kehidupannya di masyarakat.
Ditegakkannya kode etik profesi bertujuan untuk:
a. Menjunjung
tinggi martabat profesi
b. Melindungi
pelanggaran dari perbuatan mala-praktik
c. Mengkatkan
mutu profesi
d. Menjaga
standar mutu dan status profesi
e. Menegakkan
ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang disandangnya.
E. Agenda
Pengembangan
1. Pengembangan
program pendidikan
a. Pengembangan
program pendidikan jenjang sarjana ( S1 ) konseling
b. Pengembangan
program pendidikan profesi ( PPK: spesialis I dan spesialis II )
c. Pengembangan
program pendidikan magister ( S2 ) dan doctor ( S3 ) konseling.
d. Pendidikan
dalam jabatan
2. Pengembangan
kredensialisasi profesi
Kegiatan
pengembangan kredensialisasi profesi konseling meliputi hal-hal berikut:
a. Validasi
standarisasi profesi melalui studi empirik-komoratif
b. Studi
kelayakan
c. Penyusunan
kelayakan, kriteria, dan prosedur pemberian sertifikasi, akreditasi, dan
lisensi.
d. Pembentukan
perangkat pelaksana sertifikasi, akreditasi, dan lisensi serta kerjasamanya
dengan pihak-pihak terkait ( Depdiknas, ABKIN, Tim khusus )
e. Proses
pelaksanaan sertifikasi, akademik, dan lisensi termasuk lisensi untuk praktik
mandiri bagi para konselor umum dan konselor special.
Komentar
Posting Komentar