Langsung ke konten utama

Zat dan Sifat Allah, Makna Syahadat

BAB I 
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang

Ilmu kalam merupakan ilmu yang berdiri sendiri dan belum dikenal pada masa nabi Muhammad saw, maupun pada masa sahabat-sahabatnya. Akan tetapi baru dikenal pada masa berikutnya, setelah ilmu-ilmu keislaman yang lain satu per satu muncul dan setelah orang banyak membicarakan tentang kepercayaan alam gaib. Kita tidak akan dapat memahami persoalan-persoalan ilmu kalam sebaik-baiknya kalau kita tidak mempelajari factor-faktor yang mempengaruhi timbulnya. Factor itu sebenarnya banyak, akan tetapi dapat di golongkan kepada dua bagian yaitu, factor-faktor yang datang dari dalam islam dan kaum muslimin sendiri dan factor-faktor yang datang dari luar mereka, karena adanya kebudayaan-kebudayaan lain dan agama-agama yang bukan islam. 

B. Rumusan Masalah

1. Apakah makna dari syahadat? 
2. bagaimana pembagian syahadat? 
3. Apa pengertian zat allah? 
4. Bagaimana sifat-sifat allah? 

C. Tujuan

1. Untuk lebih memahami makna syhadat beserta pembagiannya. 
2. Untuk mengetahui makna dari zat allah.dan sifat-sifat allah 

BAB II
PEMBAHASAN 

Ilmu kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan untuk mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil fikiran (logika) dan juga berisi tentang bantahan-bantahan terhadap orang-orang yang memptnyai kepercayaan menyimpang dari Al-Quran dan sunnah. (Ibnu Khaldun)

A. Makna Syhadat


Sebagaimana telah kita ketahui, dua kalimat syahadat terdiri dari

a). syahadat awal laa ilaaha illallah (tiada ilah selain allah), dan 
b). syahadat tsaani, yakni berisi kerasulan Muhammad Saw. 

Dua kalimat syahadat itu merupakan pembatas antara daerah kekufuran dan keimanan. Kalimat itu pulalah yang menjadi pintu gerbang masuknya seseorang dari daerah kafir ke daerah iman . dengan demikian pembatas- pembatas antara daerah kafir dan iman itu mempunyai “dua pintu” utama  Pintu pertama (tauhidullah) mempunyai tiga buah kunci, yaitu kunci rububiahnya, uluhiahnya serta nama-nama dan sifatnya. Sedangkan pintu kedua hanya mempunyai satu kunci, yaitu bersaksi bahwa Muhammad itu hamba dan utusannya. 

Dalam kaidah usul ahlussunnah wal jama’ah dikatakan bahwa iman seseorang tergantung dari pemahaman dan lingkungannya. Seperti, sama halnya dengan iman seseorang bisa melonjak dan menurun akibat dari pengaruh pemahaman yang kurang mendalam dan akibat dari pengaruh lingkungannya. Orang kafir yang telah bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat dikatakan telah masuk islam, meskipun ia baru mengetahui kaidah syahadat secara global, karena setiap seseorang yang berani bersaksi dan mengucapkan bahwa tiada ilah selain allah dan mengatakan bahwa allah maha esa, dan tiada yang patut kita sembah selain kepada allah Swt, sungguh mereka adalah golongan-golongan orang yang beriman. 

Ucapan dua kalimat syahadat hanya baru sampai di lisan dan hatinya. Ia belum mewujudkannya lewat perbuatan yang sesuai dengan aturan penetapan dan penolakan yang terkandung di dalam kalimat syhadat itu. Namun penegasan lisan yang demikian
http://www.fileskripsi.com/
itu tetap sah dinyatakan sebagai pintu gerbang islam. Akan tetapi untuk langkah selanjutnya, ia harus berusaha memahami segala ketentuan dan kewajiban yang terkandung di dalam kalimat syahadat tersebut. Ia harus yakin dan mewujudkannya dalam bentuk amal perbuatan. 

Orang yang telah mencapai tingkay ini dijuluki allah sebagai mukmin yang sejati (mukmin haqqa), seperti dalam firmannya:  Yang artinya: 

” mereka itulah orang-orang mukmin sejati. Mereka itu memperoleh derajat yang tinggi di sisi robb mereka dan pantas mendapat ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia. ” (Al Anfal:4) 

A. Memahami Rububiyah Allah 

Setiap orang, baik muslim maupun kafir, pasti mengakui bahwa yang menciptakan alam Ini ialah Allah, sang maha pencipta. Tapi ironisnya di antara sekian banyak penduduk bumi yang mengakui rububiyah Allah, hanya sedikit yang mengabdikan diri kepadanya. Dari segi bahasa, rububiyah berasal dari kata “rabbun” yang berarti “almaalik dan almudabbir” (penguasa, pemilik dan pengtur). Dengan demikian yang dimaksudkan dengan rububiyah Allah ialah mengesakan Allah sebagai satu-satunya yang menciptakan segala yang ada dan segala yang aka ada. Dia juga maha penguasa dan pengatur seluruh mekanisme gerak dan segala hajat makhluknya. 

Oleh karena itu Allah, sebagai robb semesta alam mencakup pengertian: 

a. Dia suci dan satu-satunya pencipta makhluk ini 
b. Dia memiliki dan mengusai seluruh jagat raya 
c. Dia lah yang member manfaat dan mudarat 
d. Dia yang mengabulkan permintaan hambanya dan berhak menolak permohonan 
e. Dia lah yang menguasai segala urusan dan hajat makhluknya 

Allah Swt berfirman: 

“…ingatah (bahwa) menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah,Robb semesta alam. ” (Al A’raf:54) 

Rububiyah allah juga mengandung pengertian bahwa Allah Swt adalah pelaku mutlak dalam setiap kejadian, misalnya dalam penciptaan, pengaturan, perubahan, penambahan, pengurangan, penentuan langkah, dalam menghidupkan, mematikan dan membuat sesuatu. Tidak ada sekutu baginya. Predikat al khalik, al Maalik dan al mudabbir hanya layak disandang oleh Allah Swt, karena dial ah yang menyandang sifat kesempurnaan, keagungan, dan keindahan. Zat yang maha sempurna pasti hidup, mendengar, melihat, berkuasa dan mempunyai kalam. 

Dia lah yang berhak memiliki sifat takabur (sombong). Dia juga berhak mendapat pujian, syukur, dzikir, doa dan harapan. Dia juga berhak untuk dicintai dan ditakuti azabnya. 

Allah Swt berfirman: 

“maka bagi Allah lah segala puji, Robb yang menguasai langit dan bumi, Robb semesta alam. ” (Al Jatsiyah:36) 
“katakanlah, “ sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenar-benarnya) petunjuk, dan kita diperintah agar menyerahkan diri sepenuhnya kepada Robb semesta alam.” (Al An’am: 71) 

Oleh karena itu kita patut merasa dan jengah bila tidak pasrah dan tidak yakin terhadap kebesaranya. Sungguh, terlalu banyak hutang kita kepada-nya. Dia lah yang Maha Rahmat dan Rahim. Pengabdian manusia terhadap manusia adalah pekerjaannya yang nenyesatkan. Bukan itu saja, pekerjaan itu juga mendudukkan kita pada derajat yang sangat rendah, karena bararti hal itu telah mengingkari karunia yang diberikannya. Oleh karena itu kita harus mengarahkan niat hanya untuk –Nya, karena hanya dial ah yang pantas menerimanya. 

Allah Swt berfirman: 
“katakanlah ,” sesungguhnya sholatku, r, haidup-ku, dan matiku, hanyalah untuk Allah, Robb semesta alam. ” (Al An’am:162) 

Masihkah kita ragu untuk “setia” kepada-Nya? Padahal Allah telah berfirman: 

“Katakanlah “Apakah akan aku jadikan jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia member makan dan tidak diberi makan. Kataknlah: “Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri kepada Allah, dan jangan sekali-kali kamu masuk go;ongan orang musyrik”. (Al An’am:14). 

Manusia harus menyadari tugas hidup dan kehidupannya seperti yang telah dikatakan Allah SWT. Manusia tidak pantas melakukan maker-makar yang menurutkan hawa nafsunya =, dan sengaja berpaling dari hidayah-Nya yang abadi. Manusia harus menyadari bahwa segala gerak-gerik dan diamnya berjalan atas quadrat dan iradah-Nya. Baginya tak ada sesuatupun yang raib. Allah berfirman: 

”Dan sesungguhnya Kami talah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kmai lebih dekat dengannya daripada urat lehernya.” (Qaaf:16). 

“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan kamu rahasiakan), dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (Al-Mulk: 14). 

Oleh karena itu orang yang mentauhidkan rububiyah Allah tapi tidak disertai dengan mentauhidkan uluhiyah-Nya, bahkan dia sengaja membuat aturan yang menentang, maka tauhidnya itu tidak akan member manfaat sedikitpun. Bahkan ia telah berada dalam daerah kemusyrikan


B. Sifat-Sifat Wajib Bagi Allah SWT



1. Wujud : Artinya Ada

Yaitu tetap dan benar yang wajib bagi zat Allah Ta’ala yang tiada disebabkan dengan sesuatu sebab. Maka wujud ( Ada ) – disisi Imam Fakhru Razi dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi bukan ia a’in maujud dan bukan lain daripada a’in maujud , maka atas qaul ini adalah wujud itu Haliyyah ( yang menepati antara ada dengan tiada) . Tetapi pada pendapat Imam Abu Hassan Al-Ashaari wujud itu ‘ain Al-maujud , karena wujud itu zat maujud karena tidak disebutkan wujud melainkan kepada zat. Kepercayaan bahwa wujudnya Allah SWT.bukan saja di sisi agama Islam tetapi semua kepercayaan di dalam dunia ini mengaku menyatakan Tuhan itu ada. Firman Allah SWT. yang bermaksud :” Dan jika kamu tanya orang-orang kafir itu siapa yang menjadikan langit dan bumi nescaya berkata mereka itu Allah yang menjadikan………” ( Surah Luqman : Ayat 25 ). 


2. Qidam : Artinya Sedia

Pada hakikatnya menafikan ada permulaan wujud Allah SWT karena Allah SWT.menjadikan tiap-tiap suatu yang ada, yang demikian tidak dapat tidak keadaannya lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu itu. Jika sekiranya Allah Ta’ala tidak lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu, maka hukumnya adalah mustahil dan batil.Maka apabila disebut Allah SWT.bersifat Qidam maka jadilah ia qadim. Di dalam Ilmu Tauhid ada satu perkataan yang sama maknanya dengan Qadim Yaitu Azali. Setengah ulama menyatakan bahwa kedua-dua perkataan ini sama maknanya Yaitu sesuatu yang tiada permulaan baginya. Maka qadim itu khas dan azali itu am. Dan bagi tiap-tiap qadim itu azali tetapi tidak boleh sebaliknya, Yaitu tiap-tiap azali tidak boleh disebut qadim. Adalah qadim dengan nisbah kepada nama terbahagi kepada empat bagian : 

a. Qadim Sifati ( Tiada permulaan sifat Allah Ta’ala ) 
b. Qadim Zati ( Tiada permulaan zat Allah Ta’ala ) 
c. Qadim Idhafi ( Terdahulu sesuatu atas sesuatu seperti terdahulu bapa nisbah kepada anak ) 
d. Qadim Zamani ( Lalu masa atas sesuatu sekurang-kurangnya satu tahun ) 


3. Baqa’ : Artinya Kekal 

Sentiasa ada, kekal ada dan tiada akhirnya Allah SWT .Pada hakikatnya ialah menafikan ada kesudahan bagi wujud Allah Ta’ala. Adapun yang lain daripada Allah Ta’ala , ada yang kekal dan tidak binasa Selama-lamanya tetapi bukan dinamakan kekal yang hakiki ( yang sebenar ) Bahkan kekal yang aradhi ( yang mendatang jua seperti Arasy, Luh Mahfuz, Qalam, Kursi, Roh, Syurga, Neraka, jisim atau jasad para Nabi dan Rasul ). Perkara –perkara tersebut kekal secara mendatang tatkala ia bertakluq dengan Sifat dan Qudrat dan Iradat Allah Ta’ala pada mengekalkannya. Segala jisim semuanya binasa melainkan ‘ajbu Az-zanabi ( tulang kecil seperti biji sawi letaknya di tungking manusia, itulah benih anak Adam ketika bangkit daripada kubur kelak ). Jasad semua nabi-nabi dan jasad orang-orang syahid berjihad Fi Sabilillah yang mana ianya adalah kekal aradhi jua. Disini nyatalah perkara yang diiktibarkan permulaan dan kesudahan itu terbahagi kepada 3 bagian

a. Tiada permulaan dan tiada kesudahan Yaitu zat dan sifat Alllah SWT. 
b. Ada permulaan tetapi tiada kesudahan Yaitu seperti Arash, Luh Mahfuz , syurga dan lain-lain lagi. 
c. Ada permulaan dan ada kesudahan Yaitu segala makhluk yang lain daripada perkara yang diatas tadi ( Kedua ). 


4. Mukhalafatuhu Ta’ala Lilhawadith.Artinya : Bersalahan Allah Ta’ala dengan segala yang baharu. 

Pada zat , sifat atau perbuatannya sama ada yang baru , yang telahada atau yang belum ada. Pada hakikat nya adalah menafikan Allah Ta’ala menyerupai dengan yang baharu pada zatnya , sifatnya atau perbuatannya. Sesungguhnya zat Allah Ta’ala bukannya berjirim dan bukan aradh Dan tiada sesekali zatnya berdarah , berdaging , bertulang dan juga bukan jenis leburan , tumbuh-tumbuhan , tiada berpihak ,tiada bertempat dan tiada dalam masa. Dan sesungguhnya sifat Allah Ta’ala itu tiada bersamaan dengan sifat yang baharu karena sifat Allah Ta’ala itu qadim lagi azali dan melengkapi ta’aluqnya. Sifat Sama’ ( Maha Mendengar ) bagi Allah Ta’ala berta’aluq ia pada segala maujudat tetapi bagi mendengar pada makhluk hanya pada suara saja. Sesungguhnya di dalam Al-Quraan dan Al-Hadith yang menyebut muka dan tangan Allah SWT. , maka perkataan itu hendaklah kita iktiqadkan thabit ( tetap ) secara yang layak dengan Allah Ta’ala Yang Maha Suci daripada berjisim dan Maha Suci Allah Ta’ala bersifat dengan segala sifat yang baharu. 


5. Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi : Artinya : Berdiri Allah Ta’ala dengan sendirinya . 

Tidak berkehendak kepada tempat berdiri ( pada zat ) dan tidak berkehendak kepada yang menjadikannya Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan Allah SWT. berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya. Allah SWT itu terkaya dan tidak berhajat kepada sesuatu sama adapada perbuatannya atau hukumannya. Allah SWT menjadikan tiap-tiap sesuatu dan mengadakan undang-undang semuanya untuk faedah dan maslahah yang kembali kepada sekalian makhluk . Allah SWT menjadikan sesuatu ( segala makhluk ) adalah karena kelebihan dan belas kasihannya bukan berhajat kepada faedah. Allah SWT. 

Maha Terkaya daripada mengambil apa-apa manafaat di atas kataatan hamba-hambanya dan tidak sesekali menjadi mudharat kepada Allah Ta’ala atas sebab kemaksiatan dan kemungkaran hamba-hambanya.Apa yang diperintahkan atau ditegah pada hamba-hambanya adalah perkara yang kembali faedah dan manafaatnya kepada hamba-hambaNya jua. Firman Allah SWT. yang bermaksud :” Barangsiapa berbuat amal yang soleh ( baik ) maka pahalanya itu pada dirinya jua dan barangsiapa berbuat jahat maka balasannya (siksaannya ) itu tertanggung ke atas dirinya jua “. ( Surah Fussilat : Ayat 46 ). Syeikh Suhaimi r.a.h berkata adalah segala yang maujudat itu dengan nisbah berkehendak kepada tempat dan kepada yang menjadikannya, terbahagi kepada empat bagian : 

a. Terkaya daripada tempat berdiri dan daripada yang menjadikannya Yaitu zat Allah SWT. 
b. Berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya Yaitu segala aradh ( segala sifat yang baharu ). 
c. Terkaya daripada zat tempat berdiri tetapi berkehendak kepada yang menjadikannya Yaitu segala jirim. ( Segala zat yang baharu ) . 
d. Terkaya daripada yang menjadikannya dan berdiri ia pada zat Yaitu sifat Allah Ta’ala. 


6. Wahdaniyyah.Artinya : Esa Allah Ta’ala pada zat, pada sifat & pada perbuatan. 

Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan berbilang pada zat, pada sifat dan pada perbuatan sama ada bilangan yang muttasil (yang berhubung ) atau bilangan yang munfasil ( yang bercerai ).Makna Esa Allah SWT pada zat itu Yaitu menafikan Kam Muttasil pada Zat ( menafikan bilangan yang berhubung dengan zat ) seperti tiada zat Allah Ta’ala tersusun daripada darah , daging , tulang ,urat dan lain-lain. Dan menafikan Kam Munfasil pada zat ( menafikan bilangan yang bercerai pada zat Allah Ta’ala )seperti tiada zat yang lain menyamai zat Allah Ta’ala. 

Makna Esa Allah SWT pada sifat Yaitu menafikan Kam muttasil pada Sifat ( menafikan bilangan yang berhubung pada sifatnya ) Yaitu tidak sekali-kali bagi Allah Ta’ala pada satu-satu jenis sifatnya dua qudrat dan menafikan Kam Munfasil pada sifat ( menafikan bilangan –bilangan yang bercerai pada sifat ) Yaitu tidak ada sifat yang lain menyamai sebagaimana sifat Allah SWT. yang Maha Sempurna. 

Makna Esa Allah SWT pada perbuatan Yaitu menafikan Kam Muttasil pada perbuatan ( menafikan bilangan yang bercerai–cerai pada perbuatan ) Yaitu tidak ada perbuatan yang lain menyamai seperti perbuatan Allah bahkan segala apa yang berlaku di dalam alam semuanya perbuatan Allah SWT sama ada perbuatan itu baik rupanya dan hakikatnya seperti iman dan taat atau jahat rupanya tiada pada hakikat-nya seperti kufur dan maksiat sama ada perbuatan dirinya atau perbuatan yang lainnya ,semuanya perbuatan Allah SWT dan tidak sekali-kali hamba mempunyai perbuatan pada hakikatnya hanya pada usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas. 

Maka tiada zat yang lain , sifat yang lain dan perbuatan yang lain menyamai dengan zat , sifat dan perbuatan Allah SWT . Dan tertolak segala kepercayaan-kepercayaan yang membawa kepada menyekutukan Allah Ta’ala dan perkara-perkara yang menjejaskan serta merusakkan iman. 


7. Al – Qudrah : Artinya : Kuasa qudrah Allah SWT

Memberi bekas pada mengadakan meniadakan tiap-tiap sesuatu. Pada hakikatnya ialah satu sifat yang qadim lagi azali yang thabit ( tetap ) berdiri pada zat Allah SWT. yang mengadakan tiap-tiap yang ada dan meniadakan tiap-tiap yang tiada bersetuju dengan iradah. Adalah bagi manusia itu usaha dan ikhtiar tidak boleh memberi bekas pada mengadakan atau meniadakan , hanya usaha dan ikhtiar pada jalan menjayakan sesuatu . Kepercayaan dan iktiqad manusia di dalam perkara ini berbagai-bagaiFikiran dan fahaman seterusnya membawa berbagai-bagai kepercayaan dan iktiqad. 

a. Iktiqad Qadariah :Perkataan qadariah Yaitu nisbah kepada qudrat . Maksudnya orang yang beriktiqad akan segala perbuatan yang dilakukan manusia itu sama ada baik atau jahat semuanya terbit atau berpunca daripada usaha dan ikhtiar manusia itu sendiri dan sedikitpun tiada bersangkut-paut dengan kuasa Allah SWT. 

b. Iktiqad Jabariah :Perkataan Jabariah itu nisbah kepada Jabar ( Tergagah ) dan maksudnya orang yang beriktiqad manusia dan makhluk bergantung kepada qadak dan qadar Allah semata-mata ( tiada usaha dan ikhtiar atau boleh memilih samasekali ). 

c. Iktiqad Ahli Sunnah Wal – Jamaah :Perkataan Ahli Sunnah Wal Jamaahialah orang yang mengikut perjalanan Nabi dan perjalanan orang-orang Islam Yaitu beriktiqad bahwa hamba itu tidak digagahi semata-mata dan tidak memberi bekas segala perbuatan yang disengajanya, tetapi ada perbuatan yang di sengaja pada zahir itu yang dikatakan usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas sebenarnya sengaja hamba itu daripada Allah Ta;ala jua. Maka pada segala makhluk ada usaha dan ikhtiar pada zahir dan tergagah pada batin dan ikhtiar serta usaha hamba adalah tempat pergantungan taklif ( hukum ) ke atasnya dengan suruhan dan tegahan ( ada pahala dan dosa ). 


8. Iradah : Artinya : Menghendaki Allah Ta’ala.

Maksudnya menentukan segala mumkin ttg adanya atau tiadanya. Sebenarnya adalah sifat yang qadim lagi azali thabit berdiri pada Zat Allah Ta’ala yang menentukan segala perkara yang harus atau setengah yang harus atas mumkin . Maka Allah Ta’ala yang selayaknya menghendaki tiap-tiap sesuatu apa yang diperbuatnya. Umat Islam beriktiqad akan segala hal yang telah berlaku dan yang akan berlaku adalah dengan mendapat ketentuan daripada Allah Ta’ala tentang rezeki , umur , baik , jahat , kaya , miskin dan sebagainya serta wajib pula beriktiqad manusia ada mempunyai nasib ( bagian ) di dalam dunia ini sebagaimana firman Allah SWT. yang bermaksud : ” Janganlah kamu lupakan nasib ( bagian ) kamudi dalam dunia ” . (Surah Al – Qasash : Ayat 77). Kesimpulannya ialah umat Islam mestilah bersungguh-sungguh untuk kemajuan di dunia dan akhirat di mana menjunjung titah perintah Allah Ta’aladan menjauhi akan segala larangan dan tegahannyadan bermohon dan berserah kepada Allah SWT. 


9. ‘Ilmu : Artinya : Mengetahui Allah Ta’ala

Maksudnya nyata dan terang meliputi tiap-tiap sesuatu sama ada yangMaujud (ada) atau yang Ma’adum ( tiada ). Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada ( thabit ) qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala Maha Mengetahui akan segala sesuatu sama ada perkara. Itu tersembunyi atau rahasia dan juga yang terang dan nyata.Maka ’ilmu Allah Ta’ala Maha Luas meliputi tiap-tiap sesuatu diAlam yang fana’ ini. 


10. Hayat .Artinya : Hidup Allah Ta’ala

Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala . Segala sifat yang ada berdiri pada zat daripada sifat Idrak ( pendapat ) Yaitu : sifat qudrat, iradat , Ilmu , Sama’ Bashar dan Kalam. 


11. Sama’ : Artinya : Mendengar Allah Ta’ala

Hakikatnya ialah sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada Zat Allah Ta’ala. Yaitu dengan terang dan nyata pada tiap-tiap yang maujud samaada yang maujud itu qadim seperti ia mendengar kalamnya atau yang ada itu harus sama ada atau telah ada atau yang akan diadakan. Tiada terhijab (terdinding ) seperti dengan sebab jauh , bising , bersuara , tidak bersuara dan sebagainya. Allah Ta’ala Maha Mendengar akan segala yang terang dan yang tersembunyi. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud :” Dan ingatlah Allah sentiasa Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “.( Surah An-Nisa’a – Ayat 148 ) 


12. Bashar : Artinya : Melihat Allah Ta’ala

Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala wajib bersifat Maha Melihat sama ada yang dapat dilihat oleh manusia atau tidak, jauh atau dekat , terang atau gelap , zahir atau tersembunyi dan sebagainya. Firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Dan Allah Maha Melihat akan segala yang mereka kerjakan “. ( Surah Ali Imran – Ayat 163 ) 


13. Kalam : Artinya : Berkata-kata Allah Ta’ala.

Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada , yang qadim lagi azali , berdiri pada zat Allah Ta’ala. Menunjukkan apa yang diketahui oleh ilmu daripada yang wajib, maka ia menunjukkan atas yang wajib sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Aku Allah , tiada tuhan melainkan Aku ………”. ( Surah Taha – Ayat 14 ) Dan daripada yang mustahil sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” ……..( kata orang Nasrani ) bahwasanya Allah Ta’ala yang ketiga daripada tiga……….”. (Surah Al-Mai’dah – Ayat 73). Dan daripada yang harus sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu”. (Surah Ash. Shaffaat – Ayat 96). Kalam Allah Ta’ala itu satu sifat jua tiada berbilang. Tetapi ia berbagai-bagai jika dipandang dari perkara yang dikatakan Yaitu : 

a. Menunjuk kepada ‘amar ( perintah ) seperti tuntutan mendirikan solat dan lain-lain kefardhuan. 
b. Menunjuk kepada nahyu ( tegahan ) seperti tegahan mencuri dan lain-lain larangan. 
c. Menunjuk kepada khabar ( berita ) seperti kisah-kisah Firaundan lain-lain. 
d. Menunjuk kepada wa’ad ( janji baik ) seperti orang yang taat dan beramal soleh akan dapat balasan syurga dan lain-lain. 
e. Menunjuk kepada wa’ud ( janji balasan siksa ) seperti orang yang mendurhaka kepada ibu & bapak akan dibalas dengan azab siksa yang amat berat. 


14. Kaunuhu Qadiran : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan. 

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Qudrat. 


15. Kaunuhu Muridan : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala , tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Iradat. 


16. Kaunuhu ‘Aliman : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat ‚Ilmu. 


17. Kaunuhu Hayyun :Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Hidup. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Hayat. 


18. Kaunuhu Sami’an : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mendengar akan tiap-tiap yang Maujud. 
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum, Yaitu lain daripada sifat Sama’. 


19. Kaunuhu Bashiran : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada ). Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Bashar. 


20. Kaunuhu Mutakalliman : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkata-kata. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Kalam


C. Sifat Mustahil Bagi Allah SWT

Adapun sifat mustahil bagi Allah SWT yaitu, 

1. Adam beerti “tiada” 
2. Huduth beerti “baharu” 
3. Fana’ beerti “binasa” 
4. Mumathalatuhu Lilhawadith beerti “menyerupai makhluk” 
5. Qiyamuhu Bighayrih beerti “berdiri dengan yang lain” 
6. Ta’addud beerti “berbilang-bilang” 
7. ‘Ajz beerti “lemah” 
8. Karahah beerti “terpaksa” 
9. ahl beerti “jahil/bodoh” 
10. Mawt beerti “mati” 
11. Samam beerti “tuli” 
12. ‘Umy beerti “buta” 
13. Bukm beerti “bisu” 
14. Kaunuhu ‘Ajizan beerti “keadaannya yang lemah” 
15. Kaunuhu Karihan beerti “keadaannya yang terpaksa” 
16. Kaunuhu Jahilan beerti “keadaannya yang jahil/bodoh” 
17. Kaunuhu Mayyitan beerti “keadaannya yang mati” 
18. Kaunuhu Asam beerti “keadaannya yang tuli” 
19. Kaunuhu A’ma beerti “keadaannya yang buta” 
20. Kaunuhu Abkam beerti “keadaannya yang bisu 

BAB III
PENUTUP 

A. Kesimpulan

Islam merupakan agama yang mengatur semua aspek kehidupan dari yang paling sederhana sampai dengan aspek kehidupan yang paling kompleks. Bila ditinjau dari segi ketauhidan maka yang menjadi landsan pokok dalam agama islam adalah kalimat syahadat (Lailaha illallah muhammadar rasululluah), kedua kalimat ini adalah pokok dalam agama islam yang menentukan apakah pemeluknya masih beriman atau sebaliknya. 

Memakani kalimat syshadatain tersebut bisa dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu: 

1. Ketauhidan yang memiliki tiga katakunci yaitu (rububiyah, uluhiyah, asma wasifat) 
2. Kesaksian bahwa Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah SWT. 

B. Saran 

Semoga apa yanga ada di dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, kepada pembaca supaya tidak puas dengan apa yang ada di dalam makalah ini dan mencari dan menuntut di sumber lain untuk membuka wawasan. 

DAFTAR PUSTAKA


Said Ahmad al-Qathani, dkk. 1996. Memurnikan Laa Ilaaha Illallah. Jakarta: Gema Insani 

Hanafi Ahmad. 2001. Teologi Islam. Jakarta: Bulan Bintang 

Khalifah Muhammad At-Tamimi, dkk. 2009. Keajaiba Melihat Allah. Solo: Zam-zam Mata air ilmu 

Ibnu Taimiyah. 2008. Kitab Tauhid. Jakarta. 

Qutbi Muhammad. 1996. Kalimat Syahadataein (Laa Ilaaha Illallah wa Muhammadar Rasulullah). Jakarta 

 Said Ahamd Al-Qathani. 1996. Memurnikan Lailahaillallah.Jakarta: Gema Insani Press. Halaman.13 


 Hanafi Ahmad.2001.Teologi Islam. Bintang Bulan. Jakarta: Bintang Bulan. Hal.106 


Khalifah Muhammad at-Tamimi dkk.2009. keajaiban melihat Allah. Solo: Zam-zam. Hal.168 


 Ibid, hal 110 


 Ibid hal. 150

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkembangan Afeksi Pada Remaja

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu periode kehidupan yang dimulai dengan perubahan biologis pada masa pubertas dan diakhiri dengan masuknya seseorang ke dalam tahap kedewasaan. . Menurut Singgih perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungannya . Menurut H. Werner perkembangan lebih menujukkan pada perubahan dalam satu arah da bersifat tetap. Perkembangan juga diartikan sebagai ”peruibahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)”. Perkembangan merupakan perubahan psikofisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi psikis dan fisik pada remaja yang ditunjang oleh factor lingkungan dan proses belajar dalam waktu tertentu. Dimana pada perkembangan afeksi remaja ini ju

Embrio Pada Tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN  A. Latar Belakang Tumbuh tumbuhan berawal dari embrio, embrio akan muncul karena adanya pembuahan dan polinasi. Kormus yang sudah memperlihatkan diferensiasinya dapat kita lihat seperti: akar,batang daun,semua itu terbentuk dari embrio,dimana embrio tersebut akan berkembang menjadi tumbuhan,tumbuhan yang dewasa akan menghasilkan bunga,dan kemudian menjadi buah melalui proses polinasi.sedangkan pembuahan merupakan pristiwa peleburan antar sel telur yang terjadi pada kandung lembaga dengan suatu inti yang berasal dari serbuk sari. Sudah jelas dalam proses pertumbuhan dan perkembangan diawali dengan polinasi, kemudian tahap pertahap membentuk zigot dan kemudian berkembamg menjadi embrio. Biji dibatasi sebagai embrio, yang merupakan embrio sporofit diploid belum dewasa yang berkembang dari zigot, dikelilingi oleh jaringan nutrisi dan dilindungi kulit biji. Secara umum embrio terdiri dari akar yang disebut radikula , meristem pucuk apical yang disebut epikotil

“ SIFAT DAN RUANG LINGKUP ILMU POLITIK”

Ilmu politik dapat di bedakan dengam ilmu social lain sejauh hal tersebut berkenan dengan wujud pengawasan atau kekuasaan di dalam masyarakat. Max webar memandang organisasi atau perkumpulan sebagai politk “ bila dan hanya apabila penyelenggaraan tatanan politik di laksanakan secara berkesinambungan dengan penggunaan paksaan terhadap anggota-anggota dalam batas teritorialnya. Ilmu politik dapat di bedakan dengam ilmu social lain sejauh hal tersebut berkenan dengan wujud pengawasan atau kekuasaan di dalam masyarakat. Max webar memandang organisasi atau perkumpulan sebagai politk “ bila dan hanya apabila penyelenggaraan tatanan politik di laksanakan secara berkesinambungan dengan penggunaan paksaan terhadap anggota-anggota dalam batas teritorialnya. Dalam beberapa tahun terakhir ini, kajian ilmu politik lebih di pusatkan pada hubungan-hubungan dan pola-pola intraksi individu dan politik juga lebih di pandang sebagai satu aspek dari prilaku manusia di dalam batas-batas lingkungannya Seb